Peluang dan Tantangan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Sektor Publik

OPINI, oleh Andi Anggita.,SH- Korupsi adalah kejahatan kemanusiaan luar biasa (extra ordinary crimes) yang menjadi musuh negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Kejahatan korupsi di Indonesia yang terjadi terus menerus dengan berbagai modus kejahatan yang canggih, terstruktur, dan masif sejak era orde lama, orde baru, orde reformasi. 

Berbagai upaya pembentukan lembaga antikorupsi untuk memberantas kejahatan korupsi ini, justru berakhir dengan dilematis, dilumpuhkan, dikriminalisasi, dan bahkan dibubarkan, dengan memanfaatkan situasi dan memanfaatkan celah-celah norma hukum yang dianggap lemah.

Namun, di era saat ini, dimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan taring dan keberaniannya didalam membongkar kasus korupsi dan memburu pelakunya dari level pusat sampai daerah, justru banyak serangan balik yang dilakukan oleh koruptor.

Tidak hanya dengan cara-cara konvensional yang lazim digunakan seperti suap, kriminalisasi, dan intimidasi (kekerasan), bahkan upaya membubarkan lembaga antirasuah ini gencar dilakukan melalui cara-cara “yang dianggap benar” secara prosedur hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti judicial review dan legislative review.

Fenomena korupsi sebagai kejahatan luar biasa kemanusiaan (extra ordinary crimes) yang sengaja dilakukan oleh berbagai oknum, baik pejabat negara di berbagai level birokrasi dan institusi, elit politik, pengusaha yang berkelindan dan berafiliasi dengan kepentingan penguasa, penegak hukum, dan bahkan pada level kepala desa telah menambah panjang persoalan yang menghambat kemajuan bangsa dan negara di Indonesia.

Baik pada aspek pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, hingga pada kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap komitmen dan integritas penyelenggara negara, elit politik, dan penegak hukum yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) semakin mengkhawatirkan.

Sesungguhnya, kejahatan korupsi ini telah disadari sebagai sebuah ancaman bagi terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sejak reformasi bergulir, upaya memberantas korupsi menjadi salah satu agenda prioritas.

Semua agenda reformasi, baik langsung maupun tidak langsung ditujukan untuk meminimalisir potensi terjadinya korupsi.

Agenda perubahan UUD 1945 yang didalamnya dirumuskan untuk membangun sebuah sistem pengawasan dan pengendalian (checks and balancing system), bertujuan agar pola dan sistem kekuasaan tidak terkonsentrasi pada satu cabang kekuasaan yang berpotensi korupsi.

Betapa kejahatan korupsi ini menjadi hal yang sangat rumit untuk diberantas sampai ke akar-akarnya.

Berbagai pola dilakukan agar korupsi ini tidak subur dan tidak mengalir sebagai kejahatan kemanusiaan yang terorganisir dan bergenerasi.

Baik melalui penguatan kewenangan bagi penegak hukum dengan cara memperkuat piranti hukum dan peraturan perundang-undangan yang menjadi penguat (legal authority), hingga kepada pengawasan penggunaan keuangan negara (APBN dan APBD) di semua level institusi dan birokrasi dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah sebagai wujud implementasi dari bunyi UUD Tahun 1945 yang dengan jelas menyebutkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

Artinya, semua penyelenggaraan ( UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa: “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Sedangkan dalam Pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Tantangan Penegakan Hukum dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Tantangan penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi antara lain:

Masih minimnya kepercayaan terhadap aparat penegak hukum

Pemeriksaan kasus tindak pidana korupsi di pengadilan oleh hakim lebih memprioritaskan pada pemenuhan perbuatan melawan hukum formil. Ketiadaan putusan hakim yang menjadi simbol ketegasan dalam pemberantasan korupsi.

Kesadaran akan dampak korupsi masih terlalu abstrak dan kurang dipahami masyarakat. Perang terhadap korupsi masih sekedar menjadi wacana atau hiburan politis bagi rakyat.

Ketiadaan atau minimnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi menjadi penyebab masyarakat tidak peduli atau prihatin terhadap pemberantasan korupsi.

Selain itu kebiasaan yang sudah melekat bahwa ‘kalau semua ingin cepat, uang adalah solusinya’ dan budaya yang ‘nrimo’ atau tidak mau mempermasalahkan segala urusan yang ada kaitannya dengan penyelenggaraan negara, seolah menjadi unsur penyubur dari tumbuh-kembangnya korupsi.

Peluang Penegakan Hukum dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Peluang penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi antara lain.

Diterbitkannya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pertumbuhan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia.

Adanya keprihatinan nasional terhadap korupsi dapat merangsang pemerintah dan aktivis anti korupsi melakukan kampanye secara luas dengan intensitas tinggi.

Pers menjadi media ampuh untuk menggalang kesadaran publik terhadap dampak-dampak korupsi.

REKOMENDASI

Di tengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat, karena dalam kenyataan adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. 

Untuk itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.

Penulis : Andi Sagita, S.H.
Mahasiswa : Magister Hukum
Semester : III (Tiga)
Tugas Mata Kuliah : Hukum Pidana Korupsi
Kampus : Universitas Islam Indragiri (UNISI)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel